Wednesday, 29 January 2014

CURANMOR

CURANMOR
pelaku curanmor


JAKARTA - Empat komplotan bandit spesialis begal motor diciduk anggota Buser Polsek Kembangan. Komplotan ini kerap menjalankan aksinya disekitar wilayah Kembangan.


Kabag Humas Polres Jakarta Barat, Kompol Herru Julianto menuturkan tertangkapnya empat bandit tersebut, bermula anggota menangkap Fernando (20) dan Zulva (21) setelah gagal mengambil motor korban Hidayatullah (20) dan Kiki (19) yang sedang berboncengan motor di Jalan Pengampuan Raya, Kembangan, pada hari Selasa, 28 Januari 2014, malam.



"Pelaku memang sedang mencari korbannya. Dan saat itu kedua korban melintas, mereka tau kalau dibuntuti oleh pelaku, lalu korban mengebut dan terjadi kebut-kebutan antara korban dan pelaku," ujar Herru kepada wartawan, Rabu (29/1/2014).



Pelaku, lanjut Herru, akhirnya gagal untuk membegal motor korban. Lalu korban mengadu kepada kawan-kawannya dan langsung menelpon Polsek Kembangan, dengan laporan ada upaya perampokan.



Herru menuturkan berbekal laporan tersebut, anggota buser Polsek Kembangan yang menerima laporan bersama korban mencari pelaku, dan menangkap Fernando serta Zulva di Jalan Jhomas, Serengseng sekira pukul 02.30 WIB. Oleh polisi, kemudian keduanya diminta untuk menunjukan lokasi persembunyian komplotannya.



"Atas petunjuk pelaku Fernando, polisi berhasil menangkap 2 orang lagi, sedangkan 2 lagi sampai saat ini masih dalam pengejaran," pungkasnya. (ydh)


baca artikel terkait: http://jakarta.okezone.com/read/2014/01/29/500/933665/polisi-tangkap-4-komplotan-bandit-spesialis-ranmor-di-kembangan

CONTOH EKSEPSI




EKSEPSI
ATAS NAMA TERDAKWA
SATRIA BIN M. YUNUS
DALAM PERKARA PIDANA NOMOR :103/Pid.B/2010/PN.SLEMAN
Oleh tim Pembela :
Ridwan Rofa’i S.H
Mas rizal S.H
Oby dinata S.H

Kepada yang terhormat,
MAJELIS HAKIM PEMERIKSA
Perkara pidana No.103/Pid.B/2010/PN.SLEMAN
Pada pengadilan Negeri SLEMAN
Di-
SLEMAN
Bapak/ibu majelis hakim yang kami hormati
Saudara jaksa Penuntut umum yang kami hormati

Sehubungan dengan adanya dakwaan dari Rekan Jaksa Penuntut Umum, maka perkenankan kami menyampaikan Eksepsi atas nama SATRIA Bin M. YUNUS, sebagai berikut :

DAKWAAN BATAL DEMI HUKUM
1.     Bahwa jaksa penuntut umum dalam menulis nomor perkaranya salah dan oleh karena itu dakwaan itu dinyatakan tidak sah atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima.
2.     Bahwa jaksa penuntut umum juga dalam menulis kejaksaan negeri nya harus disambung dengan slemannya. Oleh karena itu dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima.
3.     Bahwa dakwaan jaksa penuntut umum adalah Error Inpersona, karena identitas TERDAKWA ternyata tidak sesuai dan sangat berbeda dengan identitas terdakwa, yang seharusnya beralamatkan Jln.Moses Gatot kaca No 5555, catur Tungal, depok, sleman dan bukan yogyakarta. Maka dengan demikian Dakwaan Jaksa Penuntut umum batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima.
4.     Bahwa penahanan yang dilakukan oleh penyidik didalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umumitu tidak tepat, karena didalam dakwaan tersebut tertangal 20 januari 2010 s/d 25 februari 2010 dan yang seharusnya tertangal 20 januari 2010 s/d 25 februari 2010, Oleh karena itu Dakwaan Penuntut Umum batal demi hukum, dan harus dinyatakan ditolak.
5.     Bahwa jaksa penuntut umum menyebutkan bahwa kerugian yang ditaksir oleh korban ialah 14.000.000 ( empat belas juta rupiah ) adalah tidak sesuai dengan kenyataannya yang hanya mengalami kerugian sebesar 150 ( Seratus lima puluh rupiah ), hal itu disebabkan karena motor yang diambil oleh terdakwa ini ialah motor miliknya Pemkab Sleman, karena itu Dakwaan Penuntut Umum dinyatakan batal demi hukum.
6.     Bahwa dakwaan Penuntut Umum ini tidak mencantumkan tanggal kapan surat dakwaan tersebut dikeluarkan, dan juga Dakwaan tersebut tidak ada tanda tanggan, karena itu surat Dakwaan ini batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima.
Berdasarkan  hal-hal tersebut diatas, maka dengan ini mohon kepada Bapak/ibu Majelis Hakim agar memberikan putusan sebagai berikut :

PRIMER
1.     Menerima dan mengabulkan eksepsi kami untuk seluruhnya.
2.     Menyatakan secara hukum bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum batal demi hukum atau setidak-tidaknya haruslah dibatalkan.
3.     Membebankan seluruh biaya perkara ini kepada negara.


SUBSIDER
Memberikan putusan yang seadil-adilnya.

Demikianlah Eksepsi ini kami sampaikan, atas perhatian dan perkenan Yth. Bapak/ ibu Majelis Hakim, kami sampaikan terima kasih.


                                                                             Sleman, 21 Maret 2010
                                                                                 Hormat kami
                                                                      Kuasa Hukum


                                                                     Ridwan rofa’i. S.H


                                                                    Mas rizal. S.H


                                                                    Oby dinata. S.H

CONTOH EKSEPSI

HUKUM PERIKATAN


Pengertian Hukum Perikatan
Definisi hukum perikatan
Perikatan dalam bahasa Belanda disebut “ver bintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti ; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.
Jika dirumuskan, perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(pers onal law).
Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Beberapa sarjana juga telah memberikan pengertian mengenai perikatan. Pitlo memberikan pengertian perikatan yaitu suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.
pengertian perikatan menurut Hofmann adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang daripadanya (debitur atau pada debitur) mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu.
Istilah perikatan sudah tepat sekali untuk melukiskan suatu pengertian yang sama yang dimaksudkan verbintenis dalam bahasa Belanda yaitu suatu hubungan hukum antara dua pihak yang isinya adalah hak an kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Dalam beberapa pengertian yang telah dijabarkan di atas, keseluruhan pengertian tersebut menandakan bahwa pengertian perikatan yang dimaksud adalah suatu pengertian yang abstrak, yaitu suatu hal yang tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat dibayangkan dalam pikiran kita. Untuk mengkonkretkan pengertian perikatan yang abstrak maka perlu adanya suatu perjanjian. Oleh karena itu, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah demikian, bahwa perikatan itu dilahirkan dari suatu perjanjian.
Di dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka, dan yang dimaksud dengan system terbuka adalah setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak,
inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.
Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian. Contohnya; perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yang sangat tinggi sehingga menutupi sinar matahari atau sebuah perjanjian agar memotong rambut tidak sampai botak.
syarat sahnya perikatan yaitu;
1) Obyeknya harus tertentu.
Syarat ini diperlukan hanya terhap perikatan yang timbul dari perjanjian.
2) Obyeknya harus diperbolehkan.
Artinya tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum.

3) Obyeknya dapat dinilai dengan uang.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pengertian perikatan
4) Obyeknya harus mungkin.
Yaitu yang mungkin sanggup dilaksanakan dan bukan sesuatu yang mustahil.
Macam-macam perikatan :
1. Perikatan bersyarat
2. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu
3. Perikatan yang membolehkan memilih
4. Perikatan tanggung menanggung
5. Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
6. Perikatan tentang penetapan hukuman
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber yaitu :

1. Perikatan yang timbul dari persetujuan.
2. Perikatan yang timbul dari undang – undang
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian

Dalam berbagai kepustakaan hukum Indonesia memakai bermacam-
macam istilah untuk menterjemahkan verbintenis danovereenkomst, yaitu :
1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Subekti dan Tjiptosudibio menggunakan istilah perikatan untuk verbintenis dan persetujuan untuk overeenkomst.
2. Utrecht dalam bukunya Pengantar Dalam Hukum Indonesia memakaiistilah Perutangan untukverbintenis dan perjanjian untukovereenkomst.
3. Achmad Ichsan dalam bukunya Hukum Perdata IB, menterjemahkan verbintenis dengan perjanjian dan overeenkomst dengan persetujuan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam
bahasa Indonesia dikenal tiga istilah terjemahan bagi ”verbintenis” yaitu :
1. perikatan
2. perutangan
3. perjanjian
Sedangkan untuk istilah ”overeenkomst” dikenal dengan istilah
terjemahan dalam bahasa Indonesia yaitu :
perjanjian dan persetujuan.

Untuk menentukan istilah apa yang paling tepat untuk digunakan
dalam mengartikan istilah perikatan, maka perlu kiranya mengetahui makna nya. terdalam arti istilah masing-masing.Verbintenis berasal dari kata kerja
verbinden yang artinya mengikat. Jadi dalam hal ini istilah verbintenis
menunjuk kepada adanya ”ikatan” atau ”hubungan”. maka hal ini dapat dikatakan sesuai dengan definisiverbintenis sebagai suatu hubungan hukum. Atas pertimbangan tersebut di atas maka istilah verbintenis lebih tepat diartikan sebagai istilah perikatan. sedangkan untuk istilah overeenkomst berasal dari dari kata kerja overeenkomen yang artinya ”setuju” atau ”sepakat”. Jadiovereenkomst mengandung kata sepakat sesuai dengan asas konsensualisme yang dianut oleh BW. Oleh karena itu istilah terjemahannya pun harus dapat mencerminkan asas kata sepakat tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka istilahovereenkomst lebih tepat digunakan untuk mengartikan istilah persetujuan.
Unsur-unsur Perikatan

Dari pengertian-pengertian mengenai perikatan ,maka dapat diuraikan
lebih jelas unsur-unsur yang terdapat dalam perikatan yaitu :
Hubungan Hukum
Hubungan hukum adalah hubungan yang didalamnya melekat hak pada salah satu pihak dan melekat kewajiban pada pihak lainnya. Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang artinya hubungan yang diatur dan diakui oleh hukum. Hubungan hukum ini perlu dibedakan dengan hubungan-hubungan yang terjadi dalam pergaulan hidup berdasarkan kesopanan, kepatutan, dan kesusilaan. Pengingkaran terhadap hubungan- hubungan tersebut tidak menimbulkan akibat hukum. Sebagai contoh :
A berjanji mengajak B nonton bioskop, namun A tidak menepati janjinya.
A berjanji untuk kuliah bersama, tetapi A tidak menepati janjinya.
Suatu janji untuk bersama-sama pergi ke bioskop atau pergi kuliah bersama tidak melahirkan perikatan, sebab janji tersebut tidak mempunyai arti hukum. Janji-janji demikian termasuk dalam lapangan moral, dimana tidak dipenuhinya prestasi akan menimbulkan reaksi dari orang lain. Jadi hubungan yang berada di luar lingkungan hukum bukan merupakan perikatan.
Untuk lebih jelasnya mengetahui apakah itu sebuah perbuatan hukum atau
bukan.
Kenyataan hukum adalah suatu kenyataan yang menimbulkan akibat hukum yaitu terjadinya, berubahnya, hapusnya, beralihnya hak subyektif, baik dalam bidang hukum keluarga, hukum benda, maupun hukum perorangan. Kelahiran adalah kenyataan hukum sedangkan akibat hukum adalah kewajiban-kewajiban untuk memelihara dan memberikan pendidikan; perikatan adalah akibat hukum dari persetujuan.
Perbuatan-perbuatan hukum adalah perbuatan-perbuatan dengan mana orang yang melakukan perbuatan itu bermaksud untuk menimbulkan suatu akibat hukum.
Perbuatan-perbuatan hukum yang bukan merupakan perbuatan- perbuatan hukum. Adakalanya undang-undang memberi akibat hukum kepada perbuatan-perbuatan, dimana orang yang melakukannya tidak memikirkan sama sekali kepada akibat-akibat hukumnya. Pada pokoknya tidak bermaksud untuk menimbulkan akibat hukum. Perbuatan-perbuatan yang bukan merupakan perbuatan hukum ini dibagi lagi menjadi dua yaitu perbuatan-perbuatan menurut hukum (misalnya, perwakilan sukarela dan pembayaran tidak terutang) dan perbuatan-perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 s/d 1380 KUH Perdata).
Peristiwa-peristiwa hukum. Adakalanya undang-undang memberi akibat hukum pada suatu keadaan atau peristiwa yang bukan terjadi karena perbuatan manusia : pekarangan yang bertetangga, kelahiran, dan kematian.
Kekayaan
Hukum perikatan merupakan bagian dari Hukum Harta Kekayaan (vermogensrecht) dan bagian lain dari Hukum Harta Kekayaan adalah Hukum Benda.
Untuk menentukan bahwa suatu hubungan itu merupakan perikatan, pada mulanya para sarjana menggunakan ukuran dapat ”dinilai dengan uang”. Suatu hubungan dianggap dapat dinilai dengan uang, jika kerugian yang diderita seseorang dapat dinilai dengan uang. Akan tetapi nyatanya ukuran tersebut tidak dapat memberikan pembatasan, karena dalam kehidupan bermasyarakat sering kali terdapat hubungan-hubungan yang sulit untuk dinilai dengan uang, misalnya cacat badaniah akibat perbuatan seseorangJadi kriteria ”dapat dinilai dengan uang” tidak lagi dipergunakan sebagi suatu kriteria untuk menentukan adanya suatu perikatan. Namun, walaupun ukuran tersebut sudah ditinggalkan, akan tetapi bukan berarti bahwa ”dapat dinilai dengan uang” adalah tidak relevan, karena setiap perbuatan hukum yang dapat dinilai dengan uang selalu merupakan perikatan.



Pihak-pihak
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara orang-orang tertentu yaitu kreditur dan debitur. Para pihak pada suatu perikatan disebut subyek- subyek perikatan, yaitu kreditur yang berhak dan debitur yang berkewajiban atas prestasi. Kreditur biasanya disebut sebagai pihak yang aktif sedangkan debitur biasanya pihak yang pasif. Sebagai pihak yang aktif kreditur dapat melakuka tindakan-tindakan tertentu terhadap debitur yang pasif yang tidak mau memenuhi kewajibannya. Tindakan-tindakan kreditur dapat berupa memberi peringatan-peringatan menggugat dimuka pengadilan dan sebagainya.
Debitur harus selalu dikenal atau diketahui, hal ini penting karena
berkaitan dalam hal untuk menuntut pemenuhan prestasi.
Pada setiap perikatan sekurang-kurangnya harus ada satu orang kreditur dan sekurang-kurangnya satu orang debitur. Hal ini tidak menutup kemungkinan dalam suatu perikatan itu terdapat beberapa orang kreditur dan beberapa orang debitur.
Objek Hukum (Prestasi)
Objek dari perikatan adalah apa yang harus dipenuhi oleh si berutang dan merupakan hak si berpiutang. Biasanya disebut penunaian atau prestasi, yaitu debitur berkewajiban atas suatu prestasi dan kreditur berhak atas suatu prestasi. Wujud dari prestasi adalah memberi sesuatu, berbuat sesutau dan tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 BW).
Pada perikatan untuk memberikan sesuatu prestasinya berupa menyerahkan sesuatu barang atau berkewajiban memberikan kenikmatan atas sesuatu barang, misalnya penjual berkewajiban menyerahkan
barangnya atau orang yang menyewakan berkewajiban memberikan
kenikmatan atas barang yang disewakan.
Pada perikatan berbuat sesuatu adalah setiap prestasi untuk melakukan sesuatu yang bukan berupa memberikan sesuatu misalnya pelukis, penyanyi, penari, dll.
Pada perikatan tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah dijanjikan. Misalnya tidak mendirikan bangunan ditanah orang lain, tidak membuat bunyi yang bising yang dapat mengganggu ketenangan orang lain, dll.
Objek perikatan harus memenuhi beberapa syarat tertentu yaitu :
a) Obyeknya harus tertentu.
Dalam Pasal 1320 sub 3 BW menyebutkan sebagai unsur terjadinya persetujuan suatu obyek tertentu, tetapi hendaknya ditafsirkan sebagai dapat ditentukan. Karena perikatan dengan obyek yang dapat ditentukan diakui sah. Sebagai contoh yaitu Pasal 1465 BW yang menetukan bahwa pada jual beli harganya dapat ditentukan oleh pihak ketiga. Perikatan adalah tidak sah jika obyeknya tidak tertentu atau tidak dapat ditentukan. Misalnya, sesorang menerima tugas untuk membangun sebuah rumah tanpa disebutkan bagaimana bentuknya dan berapa luasnya.
b) Obyeknya harus diperbolehkan
Menurut Pasal 1335 dan 1337 BW, persetujuan tidak akan menimbulkan perikatan jika obyeknya bertentangan dengan ketertiban umum atau kesusilaan atau jika dilarang oleh undang-undang. Pasal 23 AB menentukan bahwa semua perbuatan-perbuatan dan persetujuan- persetujuan adalah batal jika bertentangan dengan undang-undang yang menyangkut ketertiban umum atau kesusilaan. Di satu pihak Pasal 23 AB lebih luas daripada Pasal-pasal 1335 dan 1337 BW, karena selain perbuatan-perbuatan mencangkup juga persetujuan akan tetapi di lain pihak lebih sempit karena kebatalannya hanya jika bertentangan dengan undang-undang saja. Kesimpulannya bahwa 8
objek perikatan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang,
ketertiban umum, dan kesusilaan.

c) Obyeknya dapat dinilai dengan uang.
Berdasarkan definisi-definisi yang telah dijabarkan di atas yaitu perikatan adalah suatu hubungan hukum yang letaknya dalam lapangan harta kekayaan.
d) Obyeknya harus mungkin.
Dahulu untuk berlakunya perikatan disyaratkan juga prestasinya harus mungkin untuk dilaksanakan. Sehubungan dengan itu dibedakan antara ketidakmungkinan obyektif dan ketidakmungkinan subyektif. Pada ketidakmungkinan obyektif tidak akan timbul perikatan sedangkan pada ketidakmungkinan subyektif tidak menghalangi terjadinya perikatan. Prestasi pada ketidakmungkinan obyektif tidak dapat dilaksanakan oleh siapapun. Contoh : prestasinya berupa menempuh jarak Semarang - Jakarta dengan mobil dalam waktu 3 jam.
Pada ketidakmungkinan subyektif hanya debitur yang bersangkutan saja yang tidak dapat melaksanakan prestasinya. Contoh : orang yang tidak dapat bicara harus menyanyi.

Perbedaan antara ketidakmungkinan obyektif Dengan ketidakmungkinan subyektif yaitu terletak pada pemikiran bahwa dalam hal ketidakmungkinan pada contoh pertama setiap orang mengetahui bahwa prestasi tidak mungkin dilaksanakan dan karena kreditur tidak dapat mengharapkan pemenuhan prestasi tersebut. Sedangkan dalam contoh kedua, ketidakmungkinan itu hanya diketahui oleh debitur yang bersangkutan saja.
Dalam perkembangan selanjutnya baikPitlo maupun Asser berpendapat bahwa adalah tidak relevan untuk mempersoalkan ketidakmungkinan subyektif dan obyektif. Ketidakmungkinan untuk melakukan prestasi dari debitur itu hendaknya dilihat dari sudut kreditur, yaitu apakah kreditur mengetahui atau seharusnya mengetahui tentang ketidakmungkinan tersebut. Jika kreditur mengetahui, maka perikatan menjadi batal dan sebaliknya, jika kreditur tidak mengetahui debitur tetap berkewajiban untuk melaksanakan prestasi.
Schuld dan Haftung
Pada setiap perikatan selalu terdapat dua pihak, yaitu kreditur pihak
yang aktif dan debitur pihak yang pasif.

Debitur Kreditur Schuld Haftung
Pada debitur terdapat dua unsur, yaitu Schuld dan Haftung. Schuld adalah utang debitur kepada kreditur. Setiap debitur mempunyai kewajiban menyerahkan prestasi kepada kreditur. Karena itu debitur mempunyai kewajiban untuk membayar utang. Sedangkan Haftung adalah harta kekayaan debitur yang dipertanggungjawabkan bagi pelunasan utang debitur tersebut. Debitur itu berkewajiban untuk membiarkan harta kekayaannya diambil oleh kreditur sebanyak utang debitur, guna pelunasan utang tadi, apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya membayar utang tersebut. Setiap kreditur mempunyai piutang terhadap debitur. Untuk itu kreditur mempunyai hak menagih piutang tersebut. Di dalam ilmu pengetahuan Hukum Perdata, disamping hak menagih (vorderingerecht), apabila debitur tidak memenuhi kewajiban membayar utangnya, maka kreditur mempunyai hak menagih kekayaan debitur sebesar piutangya pada debitur itu (verhaalarecht). Schuld dan haftung saling bergantungan erat satu sama lain. Sebagai contoh : A berhutang pada B dan karena A tidak mau membayar utangnya, maka kekayaan A dilelang atau dieksekusi untuk dipergunakan bagi pelunasan hutangnya.
Asas bahwa kekayaan debitur dipertanggungjawabkan bagi pelunasan
utang-utangnya tercantum dalam Pasal 1131 BW. Baik Undang-undang
maupun para pihak dapat menyimpang dari asas terebut, yaitu antara lain
dalam hal :
1. Schuld tanpa Haftung.
Hal ini dapat kita jumpai pada perikatan alam (natuurlijke verbintenis). Dalam perikatan alam sekalipun debitur mempunyai utang (Schuld) kepada kreditur, namun jika debitur tidak mau memenuhi kewajibannya kreditur tidak dapat menuntut pemenuhannya. Sebagai contoh dapat dikemukakan utang yang timbul dari perjudian. Sebaliknya jika debitur memenuhi prestasinya, ia tidak dapat menunut kembali apa yang ia telah bayarkan.
2. Schuld dengan Haftung Terbatas.
Dalam hal ini debitur tidak bertanggungjawab dengan seluruh harta kekayaannya, akan tetapi terbatas sampai jumlah tertentu atau atas barang tertentu. Contoh : ahli waris yang menerima warisan dengan hak pendaftaran berkewajiban untuk membayar schuld daripada pewaris sampai sejumlah harta kekayaan pewaris yang diterima oleh ahli waris tersebut.
3. Haftung dengan Schuld pada orang lain.
Jika pihak ketiga menyerahkan barangnya untuk dipergunakan sebagai jaminan oleh debitur kepada kreditur, maka walaupun dalam hal ini pihak ketiga tidak mempunyai utang kepada kreditur, akan tetapi ia bertanggungjawab atas utang debitur dengan barang yang dipakai sebagai jaminan.
Tempat Pengaturan Hukum Perikatan
Ada perbedaan mengenai tempat hukum perikatan dalam Hukum Perdata. Apabila dilihat lebih jauh dari segi sistematikanya, ternyata hukum perdata di Indonesia mengenal dua sitematika yaitu menurut doktrin atau ilmu pengetahuan hukum dan menurut KUH Perdata.
Pembagian menurut doktrin atau ilmu pengetahuan hukum, yaitu
A. Hukum tentang orang/hukum perorangan/badan pribadi.
B. Hukum tentang keluarga/hukum keluarga
C. Hukum tentang harta kekayaan/hukum harta kekayaan/hukum harta benda.
 Hak Kekayaan Absolut

 Hak Kebendaan

 Hak Atas Benda-benda immateriil.

 Hak Kekayaan Relatif


Hukum waris.
Berdasarkan pembagian sistematika hukum perdata di Indonesia menurut doktrin atau ilmu pengetahuan, diketahui bahwa tempat hukum perikatan ada di bagian hukum tentang harta kekayaan/hukum harta kekayaan/hukum harta benda. Mengenai hak-hak kekayaan yang absolut sebagian diatur dalam Buku II KUH Perdata dan sisanya diatur diluar, didalam undang-undang tersendiri, sedangkan hak-hak kekayaan yang relatif mendapat pengaturannya dalam Buku III KUH Perdata.

HUKUM PERIKATAN

Hukum Surat Berharga


A.    Hukum Surat Berharga

Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi, yang berupa pembayaran sejumlah uang. Tetapi pembayaran ini tidak dilakukan dengan menggunakan mata uang, melainkan dengan menggunakan alat bayar lain. Alat bayar itu berupa surat yang didalamnya mengandung suatu perintah kepada pihak ketiga, atau pernyataan sanggup untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut. Dalam hal ini, surat berharga mempunyai tiga fungsi utama, yaitu:

  1. sebagai alat pembayaran (alat tukar uang);
  1. sebagai alat untuk memindahkan hak tagih (dapat diperjualbelikan dengan mudah atau sederhana);
  1. sebagai surat bukti hak tagih (surat legitimasi).
  1. Surat yang bersifat hukum kebendaan;
  1. Surat tanda keanggotaan dari suatu persekutuan;
  1. Surat tagihan utang.
B.     Surat Wesel
  1. Perintah tanpa syarat untuk membayar sejumlah uang tertentu;
  1. Nama orang yang harus membayarnya (tersangkut);
  1. Penetapan hari bayarnya (hari gugur);
  1. Penetapan tempat dimana pembayaran harus dilakukan;
  1. Nama orang kepada siapa atau penggantinya pembayaran harus dilakukan;
  1. Tanggal dan tempat surat wesel diterbitkan;
  1. Tanda tangan orang yang menerbitkan.
  1. Wesel yang dibayarkan pada waktu diperlihatkan, yang disebut juga sebagai wesel atas penglihatan (zicht wissel; demand draft);
  1. Wesel yang dibayarkan pada waktu tertentu sesudah diperlihatkan, yang disebut juga sebagai wesel sesudah penglihatan (nazicht wissel; after sight draft);
  1. Wesel yang dibayarkan pada waktu tertentu sesudah tanggal penerbitan, disebut juga sebagai wesel sesudah penanggalan (dato wissel; after date draft);
  1. Wesel yang dibayarkan pada tanggal yang telah ditentukan, disebut juga sebagai wesel penanggalan (dag wissel; date draft).
  1. Wesel atas pengganti penerbit;
  1. Wesel atas penerbit sendiri;
  1. Wesel untuk perhitungan orang ketiga;
  1. Wesel incasso (wesel untuk menagih);
  1. Wesel berdomisili; 
C.     Surat Sanggup
  1. Kesanggupan tanpa syarat untuk membayar sejumlah uang tertentu;
  1. Penetapan hari bayar;
  1. Penetapan tempat dimana pembayaran harus dilakukan;
  1. Nama orang kepada siapa atau penggantinya pembayaran harus dilakukan;
  1. Tanggal dan tempat surat sanggup itu ditandatangani;
  1. Tanda tangan orang yang mengeluarkan surat sanggup.
D.    Surat Cek
  1. Perintah tanpa syarat untuk membayar sejumlah uang tertentu;
  1. Nama orang yang harus membayar (tersangkut);
  1. Penetapan tempat dimana pembayaran harus dilakukan;
  1. Tanggal dan tempat surat cek diterbitkan;
  1. Tanda tangan orang yang menerbitkan.
  1. Cek atas pengganti penerbit;
  1. Cek atas penerbit sendiri;
  1. Cek untuk perhitungan orang ketiga;
  1. Cek incasso (wesel untuk menagih);
  1. Cek berdomisili; 

Salah satu fungsi surat berharga adalah sebagai alat untuk memindahkan hak tagih, artinya dapat diperjualbelikan atau dipindahtangankan kepada pemegang berikutnya setiap saat apabila dikehendaki oleh pemegangnya. Cara memperalihkan hak tagih itu dapat diketahui dari klausula yang terdapat dalam surat berharga itu. Dalam surat berharga selalu terdapat klausula atas tunjuk atau atas pengganti.
Surat berharga yang berklausula atas tunjuk, peralihannya kepada pemegang berikutnya dilakukan dengan cara menyerahkan surat itu saja, yang biasa disebut dengan peralihan nyata atau peralihan dari tangan ke tangan. Sedangkan terhadap surat yang berklausula atas pengganti, peralihan kepada pemegang berikutnya dilakukan dengan cara endosemen yang diikuti dengan penyerahan surat itu secara nyata. Yang dimaksud dengan endosemen adalah menuliskan di sebalik surat berharga tersebut yang menyatakan peralihannya.
Di samping itu, ada juga surat yang mempunyai klausula atas nama. Terhadap surat yang berklausula atas nama tersebut, cara peralihannya kepada pemegang berikutnya dilakukan dengan cara cessie. Artinya peralihan dilakukan dengan cara membuatkan akta, baik akta otentik atau akta dibawah tangan yang menyatakan peralihan dari surat itu.
Terhadap surat-surat yang berklausula sebagaimana dimaksud di atas, dapat digolongkan menjadi:
Yang dimaksud di sini adalah surat yang isi perikatan dasarnya adalah untuk menyerahkan barang yang tersebut di dalam surat tersebut. Dengan telah diserahkannya surat itu kepada pihak lain berarti penyerahan barang yang tersebut di dalamnya. Yang termasuk dalam surat jenis ini adalah konosemen.
Isi perikatan dasar dari surat jenis ini adalah hak-hak tertentu yang diberikan oleh persekutuan kepada pemegangnya, misalnya hak untuk hadir dalam rapat, hak deviden dan sebagainya. Yang termasuk dalam surat jenis ini adalah saham.
Surat jenis ini mengandung perikatan dasar untuk membayar sejumlah uang tertentu, artinya pemegang surat ini berhak untuk mendapatkan pembayaran sejumlah uang tertentu sebagaimana yang telah disebutkan dalam surat tersebut. Wesel, cek, bilyet giro merupakan contoh dari surat jenis ini. Surat jenis ini masih dibedakan lagi menjadi:
a.       surat sanggup membayar atau janji untuk membayar;
b.      surat perintah untuk membayar;
c.       surat pembebasan hutang.

Surat wesel adalah surat yang memuat kata wesel yang diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu, dengan mana penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada tersangkut untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau penggantinya, pada tanggal dan tempat tertentu.
Dalam hal ini, surat wesel mempunyai syarat-syarat formil yang harus dipenuhi, yaitu:
a.       Istilah wesel harus dimuatkan dalam teksnya sendiri dan disebutkan dalam bahasa surat itu ditulis;
Menurut pasal 132 KUHD ada empat macam jenis wesel, apabila dilihat dari hari bayarnya, yaitu:
Disamping itu masih ada bentuk-bentuk wesel khusus, yaitu:
Dalam hal ini penerbit menunjuk kepada dirinya sendiri sebagai pemegang pertama, yang berarti kedudukan penerbit sama dengan kedudukan pemegang pertama.
Yang dimaksud denmgan wesel bentuk ini adalah penerbit memerintahkan kepada dirinya sendiri untuk membayar, jadi penerbit menunjuk dirinya sendiri sebagai pihak tersangkut. Hal ini berarti kedudukan penerbit sama dengan kedudukan tersangkut.
Penerbitan wesel jenis ini bisa terjadi jika seseorang ketiga itu untuk tagihannya memungkinkan diterbitkan surat wesel, artinya ia mempunyai rekening yang cukup dananya. Karena alasan tertentu ia meminta kepada pihak lain untuk menjadi penerbit surat wesel atas perhitungan rekeningnya itu. Biasanya pihak yang diminta untuk menjadi penerbit adalah bank, dimana orang ketiga itu mempunyai rekening. Bank ini bertindak sebagai penerbit surat wesel untuk perhitungan orang ketiga yang menyuruh terbitkan wesel atas perhitungan rekeningnya.
Wesel incasso adalah bentuk surat wesel yang diterbitkan dengan tujuan untuk memberikan kuasa kepada pemegang pertama menagih sejumlah uang tertentu kepada tersangkut. Wesel jenis ini tidak untuk diperjualbelikan. Kedudukan pemegang pertama surat wesel ini hanya sekedar sebagai pemegang kuasa dari pihak penerbit.
Surat wesel ini harus dibayar di tempat tinggal seorang ketiga, baik di tempat tinggal tersangkut, maupun di tempat lain. Dalam hal ini yang dipersoalkan bukan tempat pembayaran surat wesel, melainkan orang ketiga yang melakukan pembayaran yang seharusnya dilakukan oleh tersangkut. Atau, kalau menurut Scheltema, yang menjadi persoalan adalan siapakah yang ditunjuk oleh tersangkut untuk membayar surat wesel itu, bukan dimana surat wesel itu harus dibayar.

Surat sanggup adalah surat yang memuat kata sanggup atau promesse aan order, yang ditandatangani pada tanggal dan tempat tertentu, dengan mana penanda tangan menyanggupi tanpa syarat untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau penggantinya pada tanggal dan tempat tertentu.
Dalam hal ini menurut pasal 177 KUHD, surat sanggup harus memenuhi syarat-syarat formil sebagai berikut:
a.       Baik klausula order, penyebutan surat sanggup, atau promess atas pengganti, harus dimuat dalam teksnya sendiri dan dalam istilah bahasa surat itu ditulis;

Yang dimaksud dengan surat cek adalah surat yang memuat kata cek, yang diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu, dengan mana penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada bankir untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau pembawa di tempat tertentu.
Syarat-syarat formil yang harus dipenuhi oleh surat cek, sebagaimana diatur dalam pasal 178 KUHD adalah:
a.       Istilah cek harus dimuatkan dalam teksnya sendiri dan disebutkan dalam bahasa surat itu ditulis;
Sebagaimana halnya dengan surat wesel, dalam surat cek juga terdapat bentuk-bentuk khusus, yaitu:
Dalam hal ini penerbit menunjuk kepada dirinya sendiri sebagai pemegang pertama, yang berarti kedudukan penerbit sama dengan kedudukan pemegang pertama
Yang dimaksud denmgan Cek bentuk ini adalah penerbit memerintahkan kepada dirinya sendiri untuk membayar, jadi penerbit menunjuk dirinya sendiri sebagai pihak tersangkut. Hal ini berarti kedudukan penerbit sama dengan kedudukan tersangkut.
Penerbitan Cek jenis ini dimungkinkan menurut pasal 183 (2) KUHD, tetapi jika dari surat itu atau dari surat advisnya tidak ternyata untuk perhitungan siapa surat itu diterbitkan, penerbit dianggap telah menerbitkan surat cek atas perhitungannya dirinya sendiri. Dalam hal ini terdapat hubungan hukum antara penerbit dan pihak ketiga, pihak ketiga dan bankir, antara penerbit dan bankir. Dengan kata lain, baik pihak ketiga maupun penerbit mempunyai rekening yang ada dananya pada bankir yang bersangkutan. Hubungan hukum antara penerbit dan pihak ketigadikuasai oleh hukum pemberian kuasa. Artinya penerbit bertindak sebagai kuasa dari pihak ketiga untuk menerbitkan surat cek atas beban rekeningnya, dengan segala akibat hukumnya.
Cek incasso adalah bentuk surat cek yang diterbitkan dengan tujuan untuk memberikan kuasa kepada pemegang pertama menagih sejumlah uang tertentu kepada tersangkut. Cek jenis ini tidak untuk diperjualbelikan. Kedudukan pemegang pertama surat cek ini hanya sekedar sebagai pemegang kuasa dari pihak penerbit.
Surat cek ini harus dibayar di tempat tinggal seorang ketiga, baik di tempat tinggal tersangkut, maupun di tempat lain. Dalam hal ini yang dapat menunjuk domisili itu hanyalah penerbit. Hal ini dapat dimaklumi karena surat cek tidak dikenal akseptasi. Dengan demikian tersangkut (bankir) tidak dapat menunjuk domisili pada surat cek.




Sunday, 3 March 2013

contoh surat prapradilan








 Yogyakarta, 7 Desember 2012


Kepada Yth.,
Ketua Pengadilan Negeri Yogyakarta
Jl. Kapas No. 119 Yogyakarta
Yogyakarta,-


Perihal : PERMOHONAN PRAPERADILAN


Dengan hormat,
Perkenankan kami, RIDWAN ROFA’I  S.H, ROBY S.H, MAS RIZAL S.H. Advokat dan Konsultan Hukum pada Kantor Advokat dan Konsultan Hukum RIDWAN, S.H. & Partners, beralamat di Jl. WATES No.22 Yogayakarta, Telp. 0274-500444, dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 5 Desember 2012 (terlampir) bertindak untuk dan atas nama Pak Ahmad selaku orang tua dari Ari, Umur 45 Tahun, Pekerjaan PNS, bertempat tinggal  di Jl. Arjuna No. 14, Yogyakarta, untuk selanjutnya disebut ---------------------------------------------------PEMOHON;

PEMOHON dengan ini mengajukan PERMOHONAN PRAPERADILAN sehubungan dengan PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM atas diri PEMOHON di wilayah hukum Pengadilan Negeri Yogyakarta oleh Pemerintah Negara Republik Indonesia CqKepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq. Kepala Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta Cq. Kepala Kepolisan Resort Pakualaman, beralamat di Jl. Tahu Susur No. 1, Yogyakarta, untuk selanjutnya disebut -----------------------------------------------TERMOHON;

Adapun alasan-alasan PEMOHON dalam mengajukanPERMOHONAN PRAPERADILAN ini adalah sebagai berikut:

I.                   FAKTA-FAKTA HUKUM

1.   Bahwa PERMOHONAN PRAPERADILAN ini diajukan berdasarkan Ketentuan Pasal 77 dan Pasal 79 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai berikut:

        Pasal 77 KUHAP:


Pasal 79 KUHAP:

2.   Bahwa pada hari Selasa tanggal 1 Desember 2012 sekitar Jam 16.00 WIB, pada saat berjalan kaki Ari tiba-tiba ingin membeli rokok lalu ia berhenti di Minimarket Alfa yang beralamat di jalan Gajah Mada, Yogyakarta (kecamatan Pakualaman) . PEMOHON langsung pulang ke rumah.
3.  Bahwa setelah sampai di rumah, Pemohon tiba-tiba didatangi oleh 3 orang Polisi berpakaian preman dengan menggunakan mobil patroli. Pemohon langsung ditangkap dan dibawa kedalam mobil patroli.


4.  Bahwa dalam keadaan ke-dua mata tertutup dan ke-dua tangan diborgol, TERMOHON membawaPEMOHON ke suatu tempat, yang kemudian diketahui oleh PEMOHON bahwa tempat yang dituju di deket JEC.

6.   Bahwa selama diperjalanan menuju ke JEC, di dalam Mobil patroli tersebut TERMOHON melakukan pemukulan-pemukulan terhadap PEMOHON;

7.   Bahwa setelah sampai di JEC,TERMOHON kemudian menyeret PEMOHON, menginjak-injak bahu  PEMOHON.

8.  Bahwa sekitar Jam 20.00 WIB, setelah Magrib,TERMOHON kemudian  membawa PEMOHON ke Kepolisian Resort Pakualaman, Yogyakarta;

9.   Bahwa akibat perbuatan TERMOHON yang menutup kedua mata menggunakan Lakban kemudian memukul, menyeret, menginjak-injak bahu)PEMOHON. Hal mana sesuai dengan hasil Visum et Repertum dari Rumah Sakit BETHESDA;

10. Bahwa semua rangkaian perbuatan TERMOHON tersebut dilakukan dengan maksud agar PEMOHON mengakui bahwa PEMOHON-lah yang telah melakukan Tindak Pidana Pencurian yang terjadi pada tanggal 1 Desember 2012 sekitar Jam 16.00 WIB di rumah korban bernama Ari;

11. Bahwa mengenai kronologis terjadinya Tindak Pidana Pencurian tersebut sampai dengan peristiwa Penangkapan PEMOHON oleh TERMOHON akan diuraikan sebagai berikut:

-          Bahwa pada tanggal 1 Desember 2012 sekitar Jam16.00 WIB di rumah korban bernama Ari terjadi peristiwa yang diduga Tindak Pidana Pencurian;

-          Bahwa terkait dengan peristiwa yang diduga sebagai Tindak Pidana Pencurian tersebut, pada tanggal 1 Desember 2012 sekitar Jam 16.00 WIBmelalui telepon,seseorang meminta kepada PEMOHON agar menghadap ke Kepolisian Sektor Pakualaman. Kemudian oleh PEMOHON diketahui bahwa orang tersebut adalah Kepala Unit Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Pakualaman bernama Pak Tobing;

-          Bahwa karena merasa tidak bersalah dan merasa tidak ada kaitan apapun dengan peristiwa yang diduga sebagai Tindak Pidana Pencurian tersebutmaka pada tanggal 1 Desember 2012 sekitar Jam 17.00 WIB, PEMOHON menghadap ke Kepolisian Sektor Pakualaman dan bertemu Kepala Unit Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Pakualaman;

-          Bahwa di Kepolisian Sektor Pakualaman, terhadap PEMOHON juga dilakukan pemeriksaan Sidik Jari;

-          Bahwa Kepala Unit Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Pakualaman mengenakan status Wajib Lapor kepada PEMOHON (setiap hari Senin dan hari Kamis). Oleh karena itu, setiap hari Senin dan hari Kamis, mulai dari awal bulan Januari 2012 sampai dengan Penangkapan PEMOHON oleh TERMOHONPEMOHON selalu kooperatif dengan selalu mendatangi Kepolisian Sektor Pakualaman untuk dimintai dan memberikan keterangan-keterangan;


II.                ANALISA YURIDIS

1.   BAHWA HAL-HAL YANG SUDAH DIKEMUKAN DI ATAS ADALAH BAGIAN YANG TIDAK TERPISAHKAN DARI BAGIAN INI. PEMBAGIAN MENURUT JUDUL, SEMATA-MATA DIMAKSUDKAN UNTUK MEMUDAHKANPEMAPARAN DAN PENGERTIAN BELAKA;

2.   Bahwa Penangkapan oleh TERMOHON terhadapPEMOHON adalah sangat tidak prosedural, bertentangan dengan hukum, melanggar dan memperkosa hak asasi PEMOHON dan juga (maaf) sangat biadab! Karena fakta kejadian adalah PEMOHON di tangkap oleh TERMOHON tanpa menunjukkan surat tugas, surat perintah penangkapan serta tidak memberikan tembusan surat perintah penangkapan kepada keluarga, dan kemudian membawa PEMOHON ke suatu tempat bernama JEC, di tempat itu PEMOHON disiksa dengan cara menutup mata PEMOHON menggunakan lakban, menendang, memukul, menyeret PEMOHON.

3.   Bahwa Penangkapan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON ternyata telah dilakukan tanpa memperlihatkan Surat Tugas pada saat itu, dan tidak memberikan Surat Perintah Penangkapan dan atau serta tembusan Surat Perintah Penangkapan tersebut tidak diberikan kepada Keluarga Pemohon, karena itu tindakan TERMOHON tersebut telah melanggar Ketentuan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (3) KUHAP sebagai berikut:

      Pasal 18 ayat (1) KUHAP:

“…(1)        Pelaksanaan tugas penangkapan. dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa…”

Pasal 18 ayat (3) KUHAP:

“…(3)        Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan...”

4.   Bahwa Penangkapan oleh TERMOHON terhadapPEMOHON ternyata telah dilakukan tanpa memperlihatkan Surat Tugas dan tidak memberikan Surat Perintah Penangkapan dan atau serta tembusan Surat Perintah Penangkapan tersebut tidak diberikan kepada Keluarga Pemohon, karena itu tindakan TERMOHON tersebut juga telah melanggar Ketentuan Pasal 70 ayat (2), Pasal 72, Pasal 75 huruf a dan huruf c PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENANGANAN PERKARA PIDANA DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Perkap No. 12 Tahun 2009) sebagai berikut:

      Pasal 70 ayat (2) Perkap No. 12 Tahun 2009:
     
      “…Setiap tindakan penangkapan wajib dilengkapi Surat Perintah Tugas dan Surat Perintah Penangkapan yang sah dan dikeluarkan oleh atasan penyidik yang berwenang…”

      Pasal 72 Perkap No. 12 Tahun 2009:

      “…Tindakan penangkapan terhadap tersangka dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut:

a.   tersangka telah dipanggil 2 (dua) kali berturut-turut tidak hadir tanpa alasan yang patut dan wajar;

b.   tersangka diperkirakan akan melarikan diri;

c.   tersangka diperkirakan akan mengulangi perbuatannya;

d.   tersangka diperkirakan akan menghilangkan barang bukti;

e.   tersangka diperkirakan mempersulit penyidikan…”

      Pasal 75 huruf a Perkap No. 12 Tahun 2009:

      “…Dalam hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib:

a.   memahami peraturan perundang-undangan, terutama mengenai kewenangan dan tata cara untuk melakukan penangkapan serta batasan-batasan kewenangan tersebut…”

Pasal 75 huruf c Perkap No. 12 Tahun 2009:

“…Dalam hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib:

c.   menerapkan prosedur-prosedur yang harus dipatuhi untuk tindakan persiapan, pelaksanaan dan tindakan sesudah penangkapan…”

5.   Bahwa Penangkapan oleh TERMOHON terhadapPEMOHON ternyata telah disertai dengan tindakan penyiksaan dengan cara membawa PEMOHON ke suatu tempat bernama JEC, kemudian menutup mata PEMOHON menggunakan lakban, menendang, memukul, menyeret PEMOHONkarena itu tindakan TERMOHONtersebut telah melanggar dan bertentangan dengan jiwa dan semangat KUHAP yang melindungi dan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia sebagaimana terlihat jelas dalam Konsiderans KUHAP huruf a dan huruf c sebagai berikut:

      Konsiderans KUHAP huruf a:

“…a.         bahwa negara Republik Indonesia adalahnegara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya…”

Konsiderans KUHAP huruf c:

“…c.         bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945…”

6.   Bahwa Penangkapan oleh TERMOHON terhadapPEMOHON ternyata telah disertai dengan tindakan penyiksaan dengan cara membawa PEMOHON ke suatu tempat bernama JEC, kemudian menutup mata PEMOHON menggunakan lakban, menendang, memukul, menyeret PEMOHONkarena itu tindakan TERMOHONtersebut telah melanggar dan memperkosa hak asasi PEMOHON sebagaimana dilindungi dan dijamin keberadaannya dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G dan Pasal 28I ayat (1) sebagai berikut:

      Pasal 28D ayat (1) UUD 1945:

      “…Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum…”

Pasal 28G:

“…(1)        Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain…”

Pasal 28I ayat (1) UUD 1945:

“…Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun…”

7.   Bahwa Penangkapan oleh TERMOHON terhadapPEMOHON ternyata telah disertai dengan tindakan penyiksaan dengan cara membawa PEMOHON ditempat bernama JEC, kemudian menutup mata PEMOHON menggunakan lakban, menendang, memukul, menyeret, PEMOHONkarena itu tindakan TERMOHONtersebut juga telah melanggar ketentuan Pasal 3 ayat (2), Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 18 ayat (1) Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia sebagai berikut:

      Pasal 3 ayat (2) Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia:

      “…Setiap orang berhak atas pegakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum…”

      Pasal 4 Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia:

      “…Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun…”

      Pasal 5 ayat (1) Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia:

      “…Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan hukum…”

      Pasal 18 ayat (1) Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia:

      “…Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan…”

8.   Bahwa Penangkapan oleh TERMOHON terhadapPEMOHON ternyata telah disertai dengan tindakan penyiksaan dengan cara membawa PEMOHON ke suatu tempat bernama JEC, kemudian menutup mata PEMOHON menggunakan lakban, menendang, memukul, menyeret PEMOHONkarena itu tindakan TERMOHONtersebut juga telah melanggar ketentuan KetentuanPasal 75 huruf d, Pasal 76 ayat (1) huruf b dan huruf c dan ayat 2 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PENANGANAN PERKARA PIDANA DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Perkap No. 12 Tahun 2009) sebagai berikut:

      Pasal 75 huruf d Perkap No. 12 Tahun 2009:

      “…Dalam hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib bersikap profesional dalam menerapkan taktis penangkapan, sehingga bertindak manusiawi, menyangkut waktu yang tepat dalam melakukan penangkapan, cara-cara penangkapan terkait dengan kategori-kategori yang ditangkap seperti anak-anak, orang dewasa dan orang tua atau golongan laki-laki dan perempuan serta kaum rentan…”

      Pasal 76 ayat (1) huruf b Perkap No. 12 Tahun 2009:

      “…Dalam hal melaksanakan penangkapan, petugas wajib mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: b. senantiasa menghargai/menghormati hak-hak tersangka yang ditangkap…”

Pasal 76 ayat (1) huruf c Perkap No. 12 Tahun 2009:

      “…Dalam hal melaksanakan penangkapan, petugas wajib mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: c. tindakan penangkapan bukan merupakan penghukuman bagi tersangka…”
Pasal 76 ayat (2) Perkap No. 12 Tahun 2009:

“…Tersangka yang telah tertangkap, tetap diperlakukan sebagai orang belum tentu bersalah sampai terbukti bersalah di pengadilan…”


III.       PENANGKAPAN TIDAK SAH SECARA HUKUM KARENA MELANGGAR KETENTUAN KUHAP

1.   BAHWA HAL-HAL YANG SUDAH DIKEMUKAN DI ATAS ADALAH BAGIAN YANG TIDAK TERPISAHKAN DARI BAGIAN INI. PEMBAGIAN MENURUT JUDUL, SEMATA-MATA DIMAKSUDKAN UNTUK MEMUDAHKANPEMAPARAN DAN PENGERTIAN BELAKA;

2.   Bahwa TERMOHON dalam melakukan penangkapan terhadap PEMOHON telah tidak menunjukan kepatuhan terhadap hukum dengan tidak melakukan pemanggilan terhadap PEMOHON untuk dimintai keterangan sehubungan dengan dugaan telah terjadi tindak pidana Pencurian, padahal ketentuan Pasal 112 KUHAP mengatur sebagai berikut:

      Pasal 112 KUHAP:

“…(1)        Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut;

(2)  Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya…”

Dan Pasal 113 KUHAP mengatur sebagai berikut:

“…Jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ketempat kediamannya…”;

3.   Bahwa ternyata TERMOHON tidak melakukan pemanggilan melalui pemberitahuan secara sah dan resmi kepada PEMOHON, demikian pulapenangkapan yang dilakukan terhadap PEMOHON tanpa adanya suatu surat resmi;

4.   Bahwa karena TERMOHON tidak melaksanakan prosedur-prosedur sesuai dengan KUHAP, maka tindakan TERMOHON menunjukkan ketidakpatuhan akan hukum, padahal TERMOHONsebagai aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia in casu dalam kualitas sebagai PENYIDIK seharusnya memberikan contoh kepada warga masyarakat, dalam hal ini PEMOHON dalam hal pelaksanaan hukum. Hal ini sesuai dengan, antara lain, perintah Pasal 7 ayat (3) KUHAP sebagai berikut:

“…Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), Penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku…“

Demikian pula ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia mengatur sebagai berikut:

“…Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia…”;

5.   Bahwa dalam perkembangannya PRAPERADILAN telah menjadi fungsi kontrol Pengadilan terhadap jalannya Peradilan sejak tahap penyelidikan khususnya dalam hal ini yang berkaitan dengan penangkapan, sehingga oleh karenanya tindakan tersebut patut dikontrol oleh Pengadilan dengan menyatakan bahwa Penangkapan olehTERMOHON kepada PEMOHON adalah TIDAK SAH SECARA HUKUM KARENA MELANGGAR KETENTUAN KUHAP. Dengan demikian, jika seandainya menolak PERMOHONAN PRAPERADILAN a-quo, penolakan itu sama saja dengan MELETIGIMASI PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH YANG DILAKUKAN TERMOHON KEPADA PEMOHON DAN MELETIGIMASI PENYIKSAAN DAN PELANGGARAN HAK ASASI YANG DILAKUKAN TERMOHON KEPADA PEMOHON;


IV.       PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM MENIMBULKAN KERUGIAN BAGI PEMOHON

1.   BAHWA HAL-HAL YANG SUDAH DIKEMUKAN DI ATAS ADALAH BAGIAN YANG TIDAK TERPISAHKAN DARI BAGIAN INI. PEMBAGIAN MENURUT JUDUL, SEMATA-MATA DIMAKSUDKAN UNTUK MEMUDAHKAN PEMAPARAN DAN PENGERTIAN BELAKA;

2.   Bahwa tindakan PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM oleh TERMOHON terhadapPEMOHON telah mengakibatkan kerugian bagi PEMOHON;
3.   Bahwa ketentuan Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana mengatur sebagai berikut:

Pasal 9 ayat (1):

“…Ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 huruf b dan pasal 95 KUHAP adalah berupa imbalan serendah-rendahnya Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah) dan setinggi-tingginya Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah)…”

Pasal 9 ayat (2):
                               
“…Apabila penangkapan, penahanan dan tindakan lain sebagaimana dimaksud Pasal 95 KUHAP mengakibatkan yang bersangkutan sakit atau cacat sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan atau mati, besarnya ganti kerugian berjumlah setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,-(tiga juta rupiah)…”

Merujuk pada pasal tersebut di atas di mana fakta membuktikan bahwa akibat penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP, maka nilai kerugian yang seharusnya dibayarkan kepada PEMOHON adalah sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah);

5.   Bahwa di samping kerugian Materiil, PEMOHONjuga menderita kerugian Immateriil berupa:

a.   Bahwa PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM    oleh TERMOHON terhadapPEMOHON telah menimbulkan trauma hidup, stress, ketakutan serta penderitaan bathin, di mana jika dinilai dalam bentuk uang adalah sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah);

b.   Bahwa kerugian-kerugian Immateril tersebut di atas selain dapat dinilai dalam bentuk uang, juga adalah wajar dan sebanding dalam penggantian kerugian Immateriil ini dikompensasikan dalam bentuk TERMOHON Meminta Maaf secara terbuka pada PEMOHON lewat Media Massa di Pakualaman, Yogyakarta selama 2 (dua) hari berturut-turut.


Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, mohon Ketua Pengadilan Negeri Bangil agar segera mengadakan Sidang Praperadilan terhadap TERMOHON tersebut sesuai dengan hak-hakPEMOHON sebagaimana diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 serta Pasal 95 KUHAP, dan mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Cq. Hakim Yang Memeriksa Permohonan ini berkenan memeriksa dan memutuskan sebagai berikut:

A. Memerintahkan agar TERMOHON dihadirkan sebagai pesakitan dalam persidangan a-quo untuk didengar keterangannya sehubungan dengan PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM;

B.  Memerintahkan kepada TERMOHON untuk menghadirkan PEMOHON Prinsipal atas nama Keluarga Ari  dalam persidangan a-quo untuk didengar keterangannya sehubungan dengan PENANGKAPAN YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM;

Selanjutnya mohon Putusan sebagai berikut:

1.   Menerima Permohonan PEMOHON untuk seluruhnya;

2.   Menyatakan tindakan penangkapan atas diri PEMOHON Tidak Sah Secara Hukum karena melanggar ketentuan KUHAP;

3.  Memerintahkan kepada TERMOHON agar segera mengeluarkan/membebaskan PEMOHON atas nama Keluaga Ari dari Rumah Tahanan Negara Kepolisian Resort Pakualaman;

4.  Menghukum TERMOHON untuk membayar ganti Kerugian Materiil sebesar Rp. 3.000.000, (tiga juta rupiah) dan Kerugian Immateriil sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah), sehingga total kerugian seluruhnya sebesar Rp.103.000.000,-(seratus tiga juta rupiah) secara tunai dan sekaligus kepada PEMOHON;

5.  Menghukum TERMOHON untuk Meminta Maaf secara terbuka kepada PEMOHON lewat Media Massa di Pakualaman, Yogyakarta selama 2 (dua) hari berturut-turut;

6.   Memulihkan hak-hak PEMOHON, baik dalam kedudukan, kemampuan harkat serta martabatnya.

ATAU,

Jika Pengadilan Negeri Yogyakarta berpendapat lain mohon Putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).


Hormat kami,
Keluarga Pemohon,