Wednesday 29 January 2014

CURANMOR

CURANMOR
pelaku curanmor


JAKARTA - Empat komplotan bandit spesialis begal motor diciduk anggota Buser Polsek Kembangan. Komplotan ini kerap menjalankan aksinya disekitar wilayah Kembangan.


Kabag Humas Polres Jakarta Barat, Kompol Herru Julianto menuturkan tertangkapnya empat bandit tersebut, bermula anggota menangkap Fernando (20) dan Zulva (21) setelah gagal mengambil motor korban Hidayatullah (20) dan Kiki (19) yang sedang berboncengan motor di Jalan Pengampuan Raya, Kembangan, pada hari Selasa, 28 Januari 2014, malam.



"Pelaku memang sedang mencari korbannya. Dan saat itu kedua korban melintas, mereka tau kalau dibuntuti oleh pelaku, lalu korban mengebut dan terjadi kebut-kebutan antara korban dan pelaku," ujar Herru kepada wartawan, Rabu (29/1/2014).



Pelaku, lanjut Herru, akhirnya gagal untuk membegal motor korban. Lalu korban mengadu kepada kawan-kawannya dan langsung menelpon Polsek Kembangan, dengan laporan ada upaya perampokan.



Herru menuturkan berbekal laporan tersebut, anggota buser Polsek Kembangan yang menerima laporan bersama korban mencari pelaku, dan menangkap Fernando serta Zulva di Jalan Jhomas, Serengseng sekira pukul 02.30 WIB. Oleh polisi, kemudian keduanya diminta untuk menunjukan lokasi persembunyian komplotannya.



"Atas petunjuk pelaku Fernando, polisi berhasil menangkap 2 orang lagi, sedangkan 2 lagi sampai saat ini masih dalam pengejaran," pungkasnya. (ydh)


baca artikel terkait: http://jakarta.okezone.com/read/2014/01/29/500/933665/polisi-tangkap-4-komplotan-bandit-spesialis-ranmor-di-kembangan

CONTOH EKSEPSI




EKSEPSI
ATAS NAMA TERDAKWA
SATRIA BIN M. YUNUS
DALAM PERKARA PIDANA NOMOR :103/Pid.B/2010/PN.SLEMAN
Oleh tim Pembela :
Ridwan Rofa’i S.H
Mas rizal S.H
Oby dinata S.H

Kepada yang terhormat,
MAJELIS HAKIM PEMERIKSA
Perkara pidana No.103/Pid.B/2010/PN.SLEMAN
Pada pengadilan Negeri SLEMAN
Di-
SLEMAN
Bapak/ibu majelis hakim yang kami hormati
Saudara jaksa Penuntut umum yang kami hormati

Sehubungan dengan adanya dakwaan dari Rekan Jaksa Penuntut Umum, maka perkenankan kami menyampaikan Eksepsi atas nama SATRIA Bin M. YUNUS, sebagai berikut :

DAKWAAN BATAL DEMI HUKUM
1.     Bahwa jaksa penuntut umum dalam menulis nomor perkaranya salah dan oleh karena itu dakwaan itu dinyatakan tidak sah atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima.
2.     Bahwa jaksa penuntut umum juga dalam menulis kejaksaan negeri nya harus disambung dengan slemannya. Oleh karena itu dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima.
3.     Bahwa dakwaan jaksa penuntut umum adalah Error Inpersona, karena identitas TERDAKWA ternyata tidak sesuai dan sangat berbeda dengan identitas terdakwa, yang seharusnya beralamatkan Jln.Moses Gatot kaca No 5555, catur Tungal, depok, sleman dan bukan yogyakarta. Maka dengan demikian Dakwaan Jaksa Penuntut umum batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima.
4.     Bahwa penahanan yang dilakukan oleh penyidik didalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umumitu tidak tepat, karena didalam dakwaan tersebut tertangal 20 januari 2010 s/d 25 februari 2010 dan yang seharusnya tertangal 20 januari 2010 s/d 25 februari 2010, Oleh karena itu Dakwaan Penuntut Umum batal demi hukum, dan harus dinyatakan ditolak.
5.     Bahwa jaksa penuntut umum menyebutkan bahwa kerugian yang ditaksir oleh korban ialah 14.000.000 ( empat belas juta rupiah ) adalah tidak sesuai dengan kenyataannya yang hanya mengalami kerugian sebesar 150 ( Seratus lima puluh rupiah ), hal itu disebabkan karena motor yang diambil oleh terdakwa ini ialah motor miliknya Pemkab Sleman, karena itu Dakwaan Penuntut Umum dinyatakan batal demi hukum.
6.     Bahwa dakwaan Penuntut Umum ini tidak mencantumkan tanggal kapan surat dakwaan tersebut dikeluarkan, dan juga Dakwaan tersebut tidak ada tanda tanggan, karena itu surat Dakwaan ini batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima.
Berdasarkan  hal-hal tersebut diatas, maka dengan ini mohon kepada Bapak/ibu Majelis Hakim agar memberikan putusan sebagai berikut :

PRIMER
1.     Menerima dan mengabulkan eksepsi kami untuk seluruhnya.
2.     Menyatakan secara hukum bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum batal demi hukum atau setidak-tidaknya haruslah dibatalkan.
3.     Membebankan seluruh biaya perkara ini kepada negara.


SUBSIDER
Memberikan putusan yang seadil-adilnya.

Demikianlah Eksepsi ini kami sampaikan, atas perhatian dan perkenan Yth. Bapak/ ibu Majelis Hakim, kami sampaikan terima kasih.


                                                                             Sleman, 21 Maret 2010
                                                                                 Hormat kami
                                                                      Kuasa Hukum


                                                                     Ridwan rofa’i. S.H


                                                                    Mas rizal. S.H


                                                                    Oby dinata. S.H

CONTOH EKSEPSI

HUKUM PERIKATAN


Pengertian Hukum Perikatan
Definisi hukum perikatan
Perikatan dalam bahasa Belanda disebut “ver bintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti ; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.
Jika dirumuskan, perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(pers onal law).
Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Beberapa sarjana juga telah memberikan pengertian mengenai perikatan. Pitlo memberikan pengertian perikatan yaitu suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.
pengertian perikatan menurut Hofmann adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang daripadanya (debitur atau pada debitur) mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu.
Istilah perikatan sudah tepat sekali untuk melukiskan suatu pengertian yang sama yang dimaksudkan verbintenis dalam bahasa Belanda yaitu suatu hubungan hukum antara dua pihak yang isinya adalah hak an kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Dalam beberapa pengertian yang telah dijabarkan di atas, keseluruhan pengertian tersebut menandakan bahwa pengertian perikatan yang dimaksud adalah suatu pengertian yang abstrak, yaitu suatu hal yang tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat dibayangkan dalam pikiran kita. Untuk mengkonkretkan pengertian perikatan yang abstrak maka perlu adanya suatu perjanjian. Oleh karena itu, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah demikian, bahwa perikatan itu dilahirkan dari suatu perjanjian.
Di dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka, dan yang dimaksud dengan system terbuka adalah setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak,
inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.
Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian. Contohnya; perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yang sangat tinggi sehingga menutupi sinar matahari atau sebuah perjanjian agar memotong rambut tidak sampai botak.
syarat sahnya perikatan yaitu;
1) Obyeknya harus tertentu.
Syarat ini diperlukan hanya terhap perikatan yang timbul dari perjanjian.
2) Obyeknya harus diperbolehkan.
Artinya tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum.

3) Obyeknya dapat dinilai dengan uang.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pengertian perikatan
4) Obyeknya harus mungkin.
Yaitu yang mungkin sanggup dilaksanakan dan bukan sesuatu yang mustahil.
Macam-macam perikatan :
1. Perikatan bersyarat
2. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu
3. Perikatan yang membolehkan memilih
4. Perikatan tanggung menanggung
5. Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
6. Perikatan tentang penetapan hukuman
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber yaitu :

1. Perikatan yang timbul dari persetujuan.
2. Perikatan yang timbul dari undang – undang
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian

Dalam berbagai kepustakaan hukum Indonesia memakai bermacam-
macam istilah untuk menterjemahkan verbintenis danovereenkomst, yaitu :
1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Subekti dan Tjiptosudibio menggunakan istilah perikatan untuk verbintenis dan persetujuan untuk overeenkomst.
2. Utrecht dalam bukunya Pengantar Dalam Hukum Indonesia memakaiistilah Perutangan untukverbintenis dan perjanjian untukovereenkomst.
3. Achmad Ichsan dalam bukunya Hukum Perdata IB, menterjemahkan verbintenis dengan perjanjian dan overeenkomst dengan persetujuan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam
bahasa Indonesia dikenal tiga istilah terjemahan bagi ”verbintenis” yaitu :
1. perikatan
2. perutangan
3. perjanjian
Sedangkan untuk istilah ”overeenkomst” dikenal dengan istilah
terjemahan dalam bahasa Indonesia yaitu :
perjanjian dan persetujuan.

Untuk menentukan istilah apa yang paling tepat untuk digunakan
dalam mengartikan istilah perikatan, maka perlu kiranya mengetahui makna nya. terdalam arti istilah masing-masing.Verbintenis berasal dari kata kerja
verbinden yang artinya mengikat. Jadi dalam hal ini istilah verbintenis
menunjuk kepada adanya ”ikatan” atau ”hubungan”. maka hal ini dapat dikatakan sesuai dengan definisiverbintenis sebagai suatu hubungan hukum. Atas pertimbangan tersebut di atas maka istilah verbintenis lebih tepat diartikan sebagai istilah perikatan. sedangkan untuk istilah overeenkomst berasal dari dari kata kerja overeenkomen yang artinya ”setuju” atau ”sepakat”. Jadiovereenkomst mengandung kata sepakat sesuai dengan asas konsensualisme yang dianut oleh BW. Oleh karena itu istilah terjemahannya pun harus dapat mencerminkan asas kata sepakat tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka istilahovereenkomst lebih tepat digunakan untuk mengartikan istilah persetujuan.
Unsur-unsur Perikatan

Dari pengertian-pengertian mengenai perikatan ,maka dapat diuraikan
lebih jelas unsur-unsur yang terdapat dalam perikatan yaitu :
Hubungan Hukum
Hubungan hukum adalah hubungan yang didalamnya melekat hak pada salah satu pihak dan melekat kewajiban pada pihak lainnya. Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang artinya hubungan yang diatur dan diakui oleh hukum. Hubungan hukum ini perlu dibedakan dengan hubungan-hubungan yang terjadi dalam pergaulan hidup berdasarkan kesopanan, kepatutan, dan kesusilaan. Pengingkaran terhadap hubungan- hubungan tersebut tidak menimbulkan akibat hukum. Sebagai contoh :
A berjanji mengajak B nonton bioskop, namun A tidak menepati janjinya.
A berjanji untuk kuliah bersama, tetapi A tidak menepati janjinya.
Suatu janji untuk bersama-sama pergi ke bioskop atau pergi kuliah bersama tidak melahirkan perikatan, sebab janji tersebut tidak mempunyai arti hukum. Janji-janji demikian termasuk dalam lapangan moral, dimana tidak dipenuhinya prestasi akan menimbulkan reaksi dari orang lain. Jadi hubungan yang berada di luar lingkungan hukum bukan merupakan perikatan.
Untuk lebih jelasnya mengetahui apakah itu sebuah perbuatan hukum atau
bukan.
Kenyataan hukum adalah suatu kenyataan yang menimbulkan akibat hukum yaitu terjadinya, berubahnya, hapusnya, beralihnya hak subyektif, baik dalam bidang hukum keluarga, hukum benda, maupun hukum perorangan. Kelahiran adalah kenyataan hukum sedangkan akibat hukum adalah kewajiban-kewajiban untuk memelihara dan memberikan pendidikan; perikatan adalah akibat hukum dari persetujuan.
Perbuatan-perbuatan hukum adalah perbuatan-perbuatan dengan mana orang yang melakukan perbuatan itu bermaksud untuk menimbulkan suatu akibat hukum.
Perbuatan-perbuatan hukum yang bukan merupakan perbuatan- perbuatan hukum. Adakalanya undang-undang memberi akibat hukum kepada perbuatan-perbuatan, dimana orang yang melakukannya tidak memikirkan sama sekali kepada akibat-akibat hukumnya. Pada pokoknya tidak bermaksud untuk menimbulkan akibat hukum. Perbuatan-perbuatan yang bukan merupakan perbuatan hukum ini dibagi lagi menjadi dua yaitu perbuatan-perbuatan menurut hukum (misalnya, perwakilan sukarela dan pembayaran tidak terutang) dan perbuatan-perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 s/d 1380 KUH Perdata).
Peristiwa-peristiwa hukum. Adakalanya undang-undang memberi akibat hukum pada suatu keadaan atau peristiwa yang bukan terjadi karena perbuatan manusia : pekarangan yang bertetangga, kelahiran, dan kematian.
Kekayaan
Hukum perikatan merupakan bagian dari Hukum Harta Kekayaan (vermogensrecht) dan bagian lain dari Hukum Harta Kekayaan adalah Hukum Benda.
Untuk menentukan bahwa suatu hubungan itu merupakan perikatan, pada mulanya para sarjana menggunakan ukuran dapat ”dinilai dengan uang”. Suatu hubungan dianggap dapat dinilai dengan uang, jika kerugian yang diderita seseorang dapat dinilai dengan uang. Akan tetapi nyatanya ukuran tersebut tidak dapat memberikan pembatasan, karena dalam kehidupan bermasyarakat sering kali terdapat hubungan-hubungan yang sulit untuk dinilai dengan uang, misalnya cacat badaniah akibat perbuatan seseorangJadi kriteria ”dapat dinilai dengan uang” tidak lagi dipergunakan sebagi suatu kriteria untuk menentukan adanya suatu perikatan. Namun, walaupun ukuran tersebut sudah ditinggalkan, akan tetapi bukan berarti bahwa ”dapat dinilai dengan uang” adalah tidak relevan, karena setiap perbuatan hukum yang dapat dinilai dengan uang selalu merupakan perikatan.



Pihak-pihak
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara orang-orang tertentu yaitu kreditur dan debitur. Para pihak pada suatu perikatan disebut subyek- subyek perikatan, yaitu kreditur yang berhak dan debitur yang berkewajiban atas prestasi. Kreditur biasanya disebut sebagai pihak yang aktif sedangkan debitur biasanya pihak yang pasif. Sebagai pihak yang aktif kreditur dapat melakuka tindakan-tindakan tertentu terhadap debitur yang pasif yang tidak mau memenuhi kewajibannya. Tindakan-tindakan kreditur dapat berupa memberi peringatan-peringatan menggugat dimuka pengadilan dan sebagainya.
Debitur harus selalu dikenal atau diketahui, hal ini penting karena
berkaitan dalam hal untuk menuntut pemenuhan prestasi.
Pada setiap perikatan sekurang-kurangnya harus ada satu orang kreditur dan sekurang-kurangnya satu orang debitur. Hal ini tidak menutup kemungkinan dalam suatu perikatan itu terdapat beberapa orang kreditur dan beberapa orang debitur.
Objek Hukum (Prestasi)
Objek dari perikatan adalah apa yang harus dipenuhi oleh si berutang dan merupakan hak si berpiutang. Biasanya disebut penunaian atau prestasi, yaitu debitur berkewajiban atas suatu prestasi dan kreditur berhak atas suatu prestasi. Wujud dari prestasi adalah memberi sesuatu, berbuat sesutau dan tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 BW).
Pada perikatan untuk memberikan sesuatu prestasinya berupa menyerahkan sesuatu barang atau berkewajiban memberikan kenikmatan atas sesuatu barang, misalnya penjual berkewajiban menyerahkan
barangnya atau orang yang menyewakan berkewajiban memberikan
kenikmatan atas barang yang disewakan.
Pada perikatan berbuat sesuatu adalah setiap prestasi untuk melakukan sesuatu yang bukan berupa memberikan sesuatu misalnya pelukis, penyanyi, penari, dll.
Pada perikatan tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah dijanjikan. Misalnya tidak mendirikan bangunan ditanah orang lain, tidak membuat bunyi yang bising yang dapat mengganggu ketenangan orang lain, dll.
Objek perikatan harus memenuhi beberapa syarat tertentu yaitu :
a) Obyeknya harus tertentu.
Dalam Pasal 1320 sub 3 BW menyebutkan sebagai unsur terjadinya persetujuan suatu obyek tertentu, tetapi hendaknya ditafsirkan sebagai dapat ditentukan. Karena perikatan dengan obyek yang dapat ditentukan diakui sah. Sebagai contoh yaitu Pasal 1465 BW yang menetukan bahwa pada jual beli harganya dapat ditentukan oleh pihak ketiga. Perikatan adalah tidak sah jika obyeknya tidak tertentu atau tidak dapat ditentukan. Misalnya, sesorang menerima tugas untuk membangun sebuah rumah tanpa disebutkan bagaimana bentuknya dan berapa luasnya.
b) Obyeknya harus diperbolehkan
Menurut Pasal 1335 dan 1337 BW, persetujuan tidak akan menimbulkan perikatan jika obyeknya bertentangan dengan ketertiban umum atau kesusilaan atau jika dilarang oleh undang-undang. Pasal 23 AB menentukan bahwa semua perbuatan-perbuatan dan persetujuan- persetujuan adalah batal jika bertentangan dengan undang-undang yang menyangkut ketertiban umum atau kesusilaan. Di satu pihak Pasal 23 AB lebih luas daripada Pasal-pasal 1335 dan 1337 BW, karena selain perbuatan-perbuatan mencangkup juga persetujuan akan tetapi di lain pihak lebih sempit karena kebatalannya hanya jika bertentangan dengan undang-undang saja. Kesimpulannya bahwa 8
objek perikatan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang,
ketertiban umum, dan kesusilaan.

c) Obyeknya dapat dinilai dengan uang.
Berdasarkan definisi-definisi yang telah dijabarkan di atas yaitu perikatan adalah suatu hubungan hukum yang letaknya dalam lapangan harta kekayaan.
d) Obyeknya harus mungkin.
Dahulu untuk berlakunya perikatan disyaratkan juga prestasinya harus mungkin untuk dilaksanakan. Sehubungan dengan itu dibedakan antara ketidakmungkinan obyektif dan ketidakmungkinan subyektif. Pada ketidakmungkinan obyektif tidak akan timbul perikatan sedangkan pada ketidakmungkinan subyektif tidak menghalangi terjadinya perikatan. Prestasi pada ketidakmungkinan obyektif tidak dapat dilaksanakan oleh siapapun. Contoh : prestasinya berupa menempuh jarak Semarang - Jakarta dengan mobil dalam waktu 3 jam.
Pada ketidakmungkinan subyektif hanya debitur yang bersangkutan saja yang tidak dapat melaksanakan prestasinya. Contoh : orang yang tidak dapat bicara harus menyanyi.

Perbedaan antara ketidakmungkinan obyektif Dengan ketidakmungkinan subyektif yaitu terletak pada pemikiran bahwa dalam hal ketidakmungkinan pada contoh pertama setiap orang mengetahui bahwa prestasi tidak mungkin dilaksanakan dan karena kreditur tidak dapat mengharapkan pemenuhan prestasi tersebut. Sedangkan dalam contoh kedua, ketidakmungkinan itu hanya diketahui oleh debitur yang bersangkutan saja.
Dalam perkembangan selanjutnya baikPitlo maupun Asser berpendapat bahwa adalah tidak relevan untuk mempersoalkan ketidakmungkinan subyektif dan obyektif. Ketidakmungkinan untuk melakukan prestasi dari debitur itu hendaknya dilihat dari sudut kreditur, yaitu apakah kreditur mengetahui atau seharusnya mengetahui tentang ketidakmungkinan tersebut. Jika kreditur mengetahui, maka perikatan menjadi batal dan sebaliknya, jika kreditur tidak mengetahui debitur tetap berkewajiban untuk melaksanakan prestasi.
Schuld dan Haftung
Pada setiap perikatan selalu terdapat dua pihak, yaitu kreditur pihak
yang aktif dan debitur pihak yang pasif.

Debitur Kreditur Schuld Haftung
Pada debitur terdapat dua unsur, yaitu Schuld dan Haftung. Schuld adalah utang debitur kepada kreditur. Setiap debitur mempunyai kewajiban menyerahkan prestasi kepada kreditur. Karena itu debitur mempunyai kewajiban untuk membayar utang. Sedangkan Haftung adalah harta kekayaan debitur yang dipertanggungjawabkan bagi pelunasan utang debitur tersebut. Debitur itu berkewajiban untuk membiarkan harta kekayaannya diambil oleh kreditur sebanyak utang debitur, guna pelunasan utang tadi, apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya membayar utang tersebut. Setiap kreditur mempunyai piutang terhadap debitur. Untuk itu kreditur mempunyai hak menagih piutang tersebut. Di dalam ilmu pengetahuan Hukum Perdata, disamping hak menagih (vorderingerecht), apabila debitur tidak memenuhi kewajiban membayar utangnya, maka kreditur mempunyai hak menagih kekayaan debitur sebesar piutangya pada debitur itu (verhaalarecht). Schuld dan haftung saling bergantungan erat satu sama lain. Sebagai contoh : A berhutang pada B dan karena A tidak mau membayar utangnya, maka kekayaan A dilelang atau dieksekusi untuk dipergunakan bagi pelunasan hutangnya.
Asas bahwa kekayaan debitur dipertanggungjawabkan bagi pelunasan
utang-utangnya tercantum dalam Pasal 1131 BW. Baik Undang-undang
maupun para pihak dapat menyimpang dari asas terebut, yaitu antara lain
dalam hal :
1. Schuld tanpa Haftung.
Hal ini dapat kita jumpai pada perikatan alam (natuurlijke verbintenis). Dalam perikatan alam sekalipun debitur mempunyai utang (Schuld) kepada kreditur, namun jika debitur tidak mau memenuhi kewajibannya kreditur tidak dapat menuntut pemenuhannya. Sebagai contoh dapat dikemukakan utang yang timbul dari perjudian. Sebaliknya jika debitur memenuhi prestasinya, ia tidak dapat menunut kembali apa yang ia telah bayarkan.
2. Schuld dengan Haftung Terbatas.
Dalam hal ini debitur tidak bertanggungjawab dengan seluruh harta kekayaannya, akan tetapi terbatas sampai jumlah tertentu atau atas barang tertentu. Contoh : ahli waris yang menerima warisan dengan hak pendaftaran berkewajiban untuk membayar schuld daripada pewaris sampai sejumlah harta kekayaan pewaris yang diterima oleh ahli waris tersebut.
3. Haftung dengan Schuld pada orang lain.
Jika pihak ketiga menyerahkan barangnya untuk dipergunakan sebagai jaminan oleh debitur kepada kreditur, maka walaupun dalam hal ini pihak ketiga tidak mempunyai utang kepada kreditur, akan tetapi ia bertanggungjawab atas utang debitur dengan barang yang dipakai sebagai jaminan.
Tempat Pengaturan Hukum Perikatan
Ada perbedaan mengenai tempat hukum perikatan dalam Hukum Perdata. Apabila dilihat lebih jauh dari segi sistematikanya, ternyata hukum perdata di Indonesia mengenal dua sitematika yaitu menurut doktrin atau ilmu pengetahuan hukum dan menurut KUH Perdata.
Pembagian menurut doktrin atau ilmu pengetahuan hukum, yaitu
A. Hukum tentang orang/hukum perorangan/badan pribadi.
B. Hukum tentang keluarga/hukum keluarga
C. Hukum tentang harta kekayaan/hukum harta kekayaan/hukum harta benda.
 Hak Kekayaan Absolut

 Hak Kebendaan

 Hak Atas Benda-benda immateriil.

 Hak Kekayaan Relatif


Hukum waris.
Berdasarkan pembagian sistematika hukum perdata di Indonesia menurut doktrin atau ilmu pengetahuan, diketahui bahwa tempat hukum perikatan ada di bagian hukum tentang harta kekayaan/hukum harta kekayaan/hukum harta benda. Mengenai hak-hak kekayaan yang absolut sebagian diatur dalam Buku II KUH Perdata dan sisanya diatur diluar, didalam undang-undang tersendiri, sedangkan hak-hak kekayaan yang relatif mendapat pengaturannya dalam Buku III KUH Perdata.

HUKUM PERIKATAN

Hukum Surat Berharga


A.    Hukum Surat Berharga

Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi, yang berupa pembayaran sejumlah uang. Tetapi pembayaran ini tidak dilakukan dengan menggunakan mata uang, melainkan dengan menggunakan alat bayar lain. Alat bayar itu berupa surat yang didalamnya mengandung suatu perintah kepada pihak ketiga, atau pernyataan sanggup untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut. Dalam hal ini, surat berharga mempunyai tiga fungsi utama, yaitu:

  1. sebagai alat pembayaran (alat tukar uang);
  1. sebagai alat untuk memindahkan hak tagih (dapat diperjualbelikan dengan mudah atau sederhana);
  1. sebagai surat bukti hak tagih (surat legitimasi).
  1. Surat yang bersifat hukum kebendaan;
  1. Surat tanda keanggotaan dari suatu persekutuan;
  1. Surat tagihan utang.
B.     Surat Wesel
  1. Perintah tanpa syarat untuk membayar sejumlah uang tertentu;
  1. Nama orang yang harus membayarnya (tersangkut);
  1. Penetapan hari bayarnya (hari gugur);
  1. Penetapan tempat dimana pembayaran harus dilakukan;
  1. Nama orang kepada siapa atau penggantinya pembayaran harus dilakukan;
  1. Tanggal dan tempat surat wesel diterbitkan;
  1. Tanda tangan orang yang menerbitkan.
  1. Wesel yang dibayarkan pada waktu diperlihatkan, yang disebut juga sebagai wesel atas penglihatan (zicht wissel; demand draft);
  1. Wesel yang dibayarkan pada waktu tertentu sesudah diperlihatkan, yang disebut juga sebagai wesel sesudah penglihatan (nazicht wissel; after sight draft);
  1. Wesel yang dibayarkan pada waktu tertentu sesudah tanggal penerbitan, disebut juga sebagai wesel sesudah penanggalan (dato wissel; after date draft);
  1. Wesel yang dibayarkan pada tanggal yang telah ditentukan, disebut juga sebagai wesel penanggalan (dag wissel; date draft).
  1. Wesel atas pengganti penerbit;
  1. Wesel atas penerbit sendiri;
  1. Wesel untuk perhitungan orang ketiga;
  1. Wesel incasso (wesel untuk menagih);
  1. Wesel berdomisili; 
C.     Surat Sanggup
  1. Kesanggupan tanpa syarat untuk membayar sejumlah uang tertentu;
  1. Penetapan hari bayar;
  1. Penetapan tempat dimana pembayaran harus dilakukan;
  1. Nama orang kepada siapa atau penggantinya pembayaran harus dilakukan;
  1. Tanggal dan tempat surat sanggup itu ditandatangani;
  1. Tanda tangan orang yang mengeluarkan surat sanggup.
D.    Surat Cek
  1. Perintah tanpa syarat untuk membayar sejumlah uang tertentu;
  1. Nama orang yang harus membayar (tersangkut);
  1. Penetapan tempat dimana pembayaran harus dilakukan;
  1. Tanggal dan tempat surat cek diterbitkan;
  1. Tanda tangan orang yang menerbitkan.
  1. Cek atas pengganti penerbit;
  1. Cek atas penerbit sendiri;
  1. Cek untuk perhitungan orang ketiga;
  1. Cek incasso (wesel untuk menagih);
  1. Cek berdomisili; 

Salah satu fungsi surat berharga adalah sebagai alat untuk memindahkan hak tagih, artinya dapat diperjualbelikan atau dipindahtangankan kepada pemegang berikutnya setiap saat apabila dikehendaki oleh pemegangnya. Cara memperalihkan hak tagih itu dapat diketahui dari klausula yang terdapat dalam surat berharga itu. Dalam surat berharga selalu terdapat klausula atas tunjuk atau atas pengganti.
Surat berharga yang berklausula atas tunjuk, peralihannya kepada pemegang berikutnya dilakukan dengan cara menyerahkan surat itu saja, yang biasa disebut dengan peralihan nyata atau peralihan dari tangan ke tangan. Sedangkan terhadap surat yang berklausula atas pengganti, peralihan kepada pemegang berikutnya dilakukan dengan cara endosemen yang diikuti dengan penyerahan surat itu secara nyata. Yang dimaksud dengan endosemen adalah menuliskan di sebalik surat berharga tersebut yang menyatakan peralihannya.
Di samping itu, ada juga surat yang mempunyai klausula atas nama. Terhadap surat yang berklausula atas nama tersebut, cara peralihannya kepada pemegang berikutnya dilakukan dengan cara cessie. Artinya peralihan dilakukan dengan cara membuatkan akta, baik akta otentik atau akta dibawah tangan yang menyatakan peralihan dari surat itu.
Terhadap surat-surat yang berklausula sebagaimana dimaksud di atas, dapat digolongkan menjadi:
Yang dimaksud di sini adalah surat yang isi perikatan dasarnya adalah untuk menyerahkan barang yang tersebut di dalam surat tersebut. Dengan telah diserahkannya surat itu kepada pihak lain berarti penyerahan barang yang tersebut di dalamnya. Yang termasuk dalam surat jenis ini adalah konosemen.
Isi perikatan dasar dari surat jenis ini adalah hak-hak tertentu yang diberikan oleh persekutuan kepada pemegangnya, misalnya hak untuk hadir dalam rapat, hak deviden dan sebagainya. Yang termasuk dalam surat jenis ini adalah saham.
Surat jenis ini mengandung perikatan dasar untuk membayar sejumlah uang tertentu, artinya pemegang surat ini berhak untuk mendapatkan pembayaran sejumlah uang tertentu sebagaimana yang telah disebutkan dalam surat tersebut. Wesel, cek, bilyet giro merupakan contoh dari surat jenis ini. Surat jenis ini masih dibedakan lagi menjadi:
a.       surat sanggup membayar atau janji untuk membayar;
b.      surat perintah untuk membayar;
c.       surat pembebasan hutang.

Surat wesel adalah surat yang memuat kata wesel yang diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu, dengan mana penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada tersangkut untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau penggantinya, pada tanggal dan tempat tertentu.
Dalam hal ini, surat wesel mempunyai syarat-syarat formil yang harus dipenuhi, yaitu:
a.       Istilah wesel harus dimuatkan dalam teksnya sendiri dan disebutkan dalam bahasa surat itu ditulis;
Menurut pasal 132 KUHD ada empat macam jenis wesel, apabila dilihat dari hari bayarnya, yaitu:
Disamping itu masih ada bentuk-bentuk wesel khusus, yaitu:
Dalam hal ini penerbit menunjuk kepada dirinya sendiri sebagai pemegang pertama, yang berarti kedudukan penerbit sama dengan kedudukan pemegang pertama.
Yang dimaksud denmgan wesel bentuk ini adalah penerbit memerintahkan kepada dirinya sendiri untuk membayar, jadi penerbit menunjuk dirinya sendiri sebagai pihak tersangkut. Hal ini berarti kedudukan penerbit sama dengan kedudukan tersangkut.
Penerbitan wesel jenis ini bisa terjadi jika seseorang ketiga itu untuk tagihannya memungkinkan diterbitkan surat wesel, artinya ia mempunyai rekening yang cukup dananya. Karena alasan tertentu ia meminta kepada pihak lain untuk menjadi penerbit surat wesel atas perhitungan rekeningnya itu. Biasanya pihak yang diminta untuk menjadi penerbit adalah bank, dimana orang ketiga itu mempunyai rekening. Bank ini bertindak sebagai penerbit surat wesel untuk perhitungan orang ketiga yang menyuruh terbitkan wesel atas perhitungan rekeningnya.
Wesel incasso adalah bentuk surat wesel yang diterbitkan dengan tujuan untuk memberikan kuasa kepada pemegang pertama menagih sejumlah uang tertentu kepada tersangkut. Wesel jenis ini tidak untuk diperjualbelikan. Kedudukan pemegang pertama surat wesel ini hanya sekedar sebagai pemegang kuasa dari pihak penerbit.
Surat wesel ini harus dibayar di tempat tinggal seorang ketiga, baik di tempat tinggal tersangkut, maupun di tempat lain. Dalam hal ini yang dipersoalkan bukan tempat pembayaran surat wesel, melainkan orang ketiga yang melakukan pembayaran yang seharusnya dilakukan oleh tersangkut. Atau, kalau menurut Scheltema, yang menjadi persoalan adalan siapakah yang ditunjuk oleh tersangkut untuk membayar surat wesel itu, bukan dimana surat wesel itu harus dibayar.

Surat sanggup adalah surat yang memuat kata sanggup atau promesse aan order, yang ditandatangani pada tanggal dan tempat tertentu, dengan mana penanda tangan menyanggupi tanpa syarat untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau penggantinya pada tanggal dan tempat tertentu.
Dalam hal ini menurut pasal 177 KUHD, surat sanggup harus memenuhi syarat-syarat formil sebagai berikut:
a.       Baik klausula order, penyebutan surat sanggup, atau promess atas pengganti, harus dimuat dalam teksnya sendiri dan dalam istilah bahasa surat itu ditulis;

Yang dimaksud dengan surat cek adalah surat yang memuat kata cek, yang diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu, dengan mana penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada bankir untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau pembawa di tempat tertentu.
Syarat-syarat formil yang harus dipenuhi oleh surat cek, sebagaimana diatur dalam pasal 178 KUHD adalah:
a.       Istilah cek harus dimuatkan dalam teksnya sendiri dan disebutkan dalam bahasa surat itu ditulis;
Sebagaimana halnya dengan surat wesel, dalam surat cek juga terdapat bentuk-bentuk khusus, yaitu:
Dalam hal ini penerbit menunjuk kepada dirinya sendiri sebagai pemegang pertama, yang berarti kedudukan penerbit sama dengan kedudukan pemegang pertama
Yang dimaksud denmgan Cek bentuk ini adalah penerbit memerintahkan kepada dirinya sendiri untuk membayar, jadi penerbit menunjuk dirinya sendiri sebagai pihak tersangkut. Hal ini berarti kedudukan penerbit sama dengan kedudukan tersangkut.
Penerbitan Cek jenis ini dimungkinkan menurut pasal 183 (2) KUHD, tetapi jika dari surat itu atau dari surat advisnya tidak ternyata untuk perhitungan siapa surat itu diterbitkan, penerbit dianggap telah menerbitkan surat cek atas perhitungannya dirinya sendiri. Dalam hal ini terdapat hubungan hukum antara penerbit dan pihak ketiga, pihak ketiga dan bankir, antara penerbit dan bankir. Dengan kata lain, baik pihak ketiga maupun penerbit mempunyai rekening yang ada dananya pada bankir yang bersangkutan. Hubungan hukum antara penerbit dan pihak ketigadikuasai oleh hukum pemberian kuasa. Artinya penerbit bertindak sebagai kuasa dari pihak ketiga untuk menerbitkan surat cek atas beban rekeningnya, dengan segala akibat hukumnya.
Cek incasso adalah bentuk surat cek yang diterbitkan dengan tujuan untuk memberikan kuasa kepada pemegang pertama menagih sejumlah uang tertentu kepada tersangkut. Cek jenis ini tidak untuk diperjualbelikan. Kedudukan pemegang pertama surat cek ini hanya sekedar sebagai pemegang kuasa dari pihak penerbit.
Surat cek ini harus dibayar di tempat tinggal seorang ketiga, baik di tempat tinggal tersangkut, maupun di tempat lain. Dalam hal ini yang dapat menunjuk domisili itu hanyalah penerbit. Hal ini dapat dimaklumi karena surat cek tidak dikenal akseptasi. Dengan demikian tersangkut (bankir) tidak dapat menunjuk domisili pada surat cek.